Kita tidak mampu lagi meminta terhadap DPR sebagai penyambung tangan dan suara rakyat untuk menunda pelaksanaan pilkada ini. Hal ini karena terhadap Senin, 21 September 2020 malam, DPR udah mengeluarkan Perpu NO 2 Pilkada, bahwa pilkada akan dijalankan serentak terhadap tanggal 9 Desember 2020. Pada berkenaan sebelum dikeluarkan perpu ini, banyak pihak yang meminta sehingga pilkada terhadap th. 2020 ditunda lebih-lebih dahulu.

Jusuf Kalla, NU, dan Pempinan Pusat (PP) Muhammadiyah, meminta sehingga pilkada ditunda lebih-lebih dahulu. Mereka bet 10 ribu berpendapat bahwa keselamatan penduduk dimasa pandemi covid-19 merupakan berkenaan yang paling mutlak dan utama sementara ini. Terlebih lagi, seperti yang kita ketahui bahwa jumlah pasien covid-19 di Indonesia kian hari kian bertambah.

Hal ini tentu memicu konflik bagi Bangsa Indonesia. Dimana di sini terlalu keluar pertentangan kepintingan, di mana Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD membuktikan bahwa pemerintah tidak menginginkan pemimpin 270 tempat dijabat oleh pelaksana tugas (Plt) dalam sementara bersamaan, di mana Plt tidak boleh mengambil kebijakan-kebijakan yang strategis.

Sementara Menteri kebugaran Terawan Agus Putranto memberi saran sehingga pilkada serentak 2020 tidak dijalankan lebih-lebih dahulu sebelum Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum mencabut standing pandemi virus covid-19 ini. Namun Presiden Jokowi sendiri menegaskan bahwa penyelenggaraan pilkada mesti selalu dilakukan, untuk memelihara kualitas demokrasi Indonesia sehingga demokrasi Indonesia semakin lama dewasa dan semakin lama matang.

Hal ini tentu memicu pertanyaan, apakah pilkada yang akan dijalankan terhadap 9 Desember 2020 di masa pandemi virus covid-19 murni untuk keperluan rakyat atau pemerintah? Seolah-olah pelaksanaan pilkada ini tidak mampu ditunda mirip sekali. Di masa pandemi sementara ini terlalu beresiko terhadap penduduk untuk memilih, pelaksanaan pilkada ini mestinya di tunda lebih-lebih dahulu hingga virus covid-19 terlalu mampu dikendalikan bukan untuk menyingkirkan demokrasi Indonesia, namun menunda pelaksanaan demokrasi tersebut, hingga covid-19 mampu di kendalikan.

New normal yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia sementara ini, seolah-olah sehingga virus covid-19 tidak mesti dikawatirkan oleh penduduk dan pilkada mampu diselenggarakan tentunya. Tanpa pilkada tentu keadaan pemerintahan di Indonesia selalu mampu terjadi meskipun bersama pemerintah pelaksana tugas, daripada laksanakan slot habanero pilkada ancaman kebugaran penduduk terhadap virus covid-19 jadi taruhannya.

Jika pemerintah selalu melaksanankan pilkada terhadap bulan Desember nanti, tentu akan berimbas terhadap pelaksanaanya protokol kesehatan, di mana sementara ini pemerintah udah mengeluarkan kebijakan untuk menerapkan 3M yaitu memakai masker, bersihkan tangan dan memelihara jarak minimal 1 meter. Walaupun kebijakan 3M yang dijalankan pemerintah berwujud memaksa penduduk untuk menerapkanya.

Namun apakah pemerintah mampu menanggung pelaksanaan 3M terjadi bersama baik dan benar sementara pilkada nanti?. Minsalnya, apakah pemerintah mampu menanggung bahwa warga yang pergi menentukan nanti mampu gunakan masker medis atau masker bersama susunan tiga lapis. Selain itu apakah Pemerintah mampu menegaskan bahwa penduduk mampu laksanakan enam langkat bersihkan tangan yang baik dan benar? Dengan jumlah pemilih yang terlalu banyak tentu penyelenggara pilkada nanti terlalu susah untuk mengendalikan pemilih.

Pada sementara ini pemerintah menyeru sehingga rakyat untuk menjauhi kerumunan bersama terdapatnya kebijakan pembatasan aktivitas bersama melibatkan banyak orang dan laksanakan denda andaikan terjadi kerumunan masa. Namun disisi lain terhadap tanggal 9 Desember 2020 nanti bersama mengadakan pilkada bukankah akan memicu kerumunan masa? Seolah-olah pemerintah berikan tambahan kesempatan terjadinya konsentrasi masa, yang akan berakibat meningkatnya masalah positif covid-19

Pilkada yang dijalankan terhadap pandemi covid-19 sementara ini, tentu akan memicu menaikkan golongan putih atau yang lebih kita kenal bersama arti golpu. Pada sementara keadaan normal saja angkat golput di Indonesia udah menggapai 30 persen. Tentu nantinya andaikan pilkada selalu dijalankan terhadap pandemi covid-19 mampu menaikkan angka golput di Indonesia. Bagaimana jika nanti partisipasi pemilih sementara pilkada terhadap 9 Desember 2020 tidak menggapai 50 persen?

Tentunya andaikan terjadi partisipasi pemilih yang sedikit, yang berakibat kepada para pemimpin yang dipilih bukan berdasarkan kepada suara mayoritas rakyat. Tapi hanya dipilih oleh segelintir orang. Apakah demokrasi yang seperti ini, yang jadi permohonan pemerintah di negara yang demokrasi? Sangat keluar bahwa banyak orang berlomba lomba menginginkan menempati kekuasaan, namun tidak perduli akan keadaan rakyat.

Sebaiknya pilkada di no duakan dan tekankan kebugaran rakyat. Hal ini karena pilkada di Indonesia masih dijalankan slot bet 100 secara manual. Namun andaikan vaksin covid-19 udah ditemukan dan mampu disalurkan kepada rakyat. Maka tidak ada salahnya pilkada yang akan diselenggarakan terhadap 9 Desember 2020 selalu berjalan. Namun hingga sementara ini belum ada kepastian akan vaksin covid-19 ini, padahal bulan Desember udah di depan mata. Bulan Desember tidak hingga satu bulan lagi sebaiknya pemerintah berpikir matang-matang akan penyelenggaraan pilkada ini.